Jumat, 16 Januari 2009

Dinamika Sosioekonomi dan Politik dalam Pemikiran Ibnu Khaldun

I. Riwayat Ibnu Khaldun
Ibnu khaldun merupakan perintis dari beberapa formula teori modern. Ibn Khaldun, begitu mashur dikalangan pemikir dan Ilmuwan Barat. Ia adalah pemikir dan Ilmuwan Muslim yang pemikiranya dianggap murni dan baru pada zamannya. Tak heran ide-idenya tentang masyarakat Arab seperti yang tertuang dalam buku fenomenalnya “muqaddimah” dianggap sebagai bibit dari kelahiran Ilmu Sosiologi. Penelitiannya tentang sejarah dengan menggunakan metode yang berbeda dari penelitian Ilmuwan pada saat itu juga disebut sebagai bibit dari kemunculan Filsafat Sejarah seperti yang ada sekarang. Kehidupannya yang malang melintang di Tunisia (Afrika) dan Andalusia, serta hidup dalam dunia politik tak ayal mendukung pemikirannya tentang Politik serta Sosiologi tajam dan mampu memberikan sumbangsih yang besar pada Ilmu Pengetahuan.
Ibnu Khaldun hidup pada masa antara 1332-1405 M ketika peradaban Islam dalam proses penurunan dan disintegrasi. Khalifah Abbasiyah di ambang keruntuhan setelah penjarahan, pembakaran, dan penghancuran Baghdad dan wilayah disekitarnya oleh bangsa Mongol pada tahun 1258, sekitar tujuh puluh lima tahun sebelum kelahiran Ibnu Khaldun. Dinasi Mamluk (1250-1517), selama periode kristalisasi gagasan Ibnu Khaldun, hanya berkontribusi pada percepatan penurunan peradaban akibat korupsi dan inefisiensi yang mendera kekhalifahan, kecuali pada masa awal-awal periode pertama yang singkat dari sejarah kekhalifahan Mamluk. [Periode pertama Bahri/Turki Mamluk (1250-1382) yang banyak mendapat pujian dalam tarikh, periode kedua adalah Burji Mamluk (1382-1517), yang dikelilingi serangkaian krisis ekonomi yang parah].
Sebagai seorang muslim yang sadar, Ibnu Khaldun tekun mengamati bagaimana caranya membalik atau mereversi gelombang penurunan peradaban Islam. Sebagai ilmuwan sosial, Ibnu Khaldun sangat menyadari bahwa reversi tersebut tidak akan dapat tegambarkan tanpa menggambarkan pelajaran-pelajaran dari sejarah terlebih dahulu untuk menentukan faktor-faktor yang membawa sebuah peradaban besar melemah dan menurun drastis.
Muqaddimah, yang diselesaikan pada November 1377 adalah buah karya dari cita-cita besarnya tersebut. Muqaddimah secara harfiah bararti 'pembukaan' atau 'introduksi' dan merupakan jilid pembuka dari tujuh jilid tulisan sejarah, yang secara bebas diterjemahkan ke dalam buku "The Book of Lessons and the Record of Cause and Effect in the History of Arabs, Persians and Berbers and Their Powerful Contemporaries." Muqaddimah mencoba untuk menjelaskan prinsip-prinsip yang menentukan kebangkitan dan keruntuhan dinasti yang berkuasa (daulah) dan peradaban ('umran). Tetapi bukan hanya itu saja yang dibahas, Muqaddimah juga berisi diskusi ekonomi, sosiologi dan ilmu politik, yang merupakan kontribusi orisinil Ibnu Khaldun untuk cabang-cabang ilmu tersebut. Ibnu Khaldun juga layak mendapatkan penghargaan atas formula dan ekspresinya yang lebih jelas dan elegan dari hasil karya pendahulunya atau hasil karya ilmuwan yang sejaman dengannya. Wawasan Ibnu Khaldun terhadap beberapa prinsip-prinsip ekonomi sangat dalam dan jauh kedepan sehingga sejumlah teori yang dikemukakannya hampir enam abad yang lalu sampai sekarang tidak diragukan

II. Dinamika Sosioekonomi dan Politik dalam Pemikiran Ibnu Khaldun
Model Ibnu Khaldun dapat disarikan (walaupun tidak secara keseluruhan) dalam nasihat berikut yang diberikannya kepada kekhalifahan:
Kekuatan penguasa (Al-Mulk) tidak akan terwujud kecuali dengan implementasi Syari'ah Syari'ah tidak dapat terimplementasi kecuali dengan Penguasa (Al-Mulk) Penguasa tidak dapat memperoleh kekuatan kecuali melalui Rakyat (Ar-Rijal) Rakyat tidak dapat dipelihara kecuali dengan Kekayaan (Al-Mal) Kekayaan tidak dapat diperoleh kecuali melalui Pembangunan (Al-Imarah) Pembangunan tidak dapat dicapai kecuali melalui Keadilan (Al-'Adl) Keadilan adalah kriteria (Al-Mizan) Alloh menilai hamba-Nya dan Penguasa bertanggungjawab mengaktualisasikan Keadilan.
Nasihat Ibnu Khaldun disebut 'eight wise principles [kalimat hikamiyyah]', atau delapan prinsip kebijakan politik Ibnu Khaldun, masing-masing faktor berhubungan satu sama lain secara mutual, dalam formula sirkular tersebut, titik awal dan titik akhirnya tidak dapat dibedakan. Kalimat Hikamiyyah merefleksikan karakter analisa Ibnu Khaldun yang dinamis dan interdisiplin. Interdisiplin karena tidak merujuk penyebab kemunduran peradaban pada satu faktor sahaja, melainkan pada semua variabel penting sosial, ekonomi dan politik, termasuk Shari'ah (S), pemegang kekuasaan politik atau Wazi' (G), masyarakat atau Rijal (N), kekayaan atau cadangan sumberdaya atau Mal (W), pembangunan atau 'Imarah (g), dan keadilan atau 'Adl (j), dalam suatu hubungan sirkular dan interdependen, masing-masing faktor saling mempengaruhi dan pada saat yang sama juga menerima pengaruh dari faktor-faktor tersebut. Karena operasi dari siklus ini berlangsung melalui reaksi berantai selama periode yang panjang setidaknya tiga generasi atau sekitar 120 tahun, maka dimensi dinamisme dapat memperlihatkan bagaimana faktor-faktor moral, psikologi, politik, sosial, ekonomi dan demografi berinteraksi satu sama lain sepanjang waktu dan membawa kepada kemajuan atau kemunduran suatu peradaban. Dalam analisis jangka panjang, tidak ada klausa 'cateris paribus' karena tidak satupun faktor dan variabel yang tetap konstan. Salah satu variabel bertindak sebagai mekanisme pemicu, variabel lain mungkin bereaksi searah pemicunya, tetapi mungkin juga tidak bereaksi. Jika variabel lain tidak beraksi pada arah yg sama dengan faktor pemicunya, maka kerusakan di satu sektor mungkin tidak akan menyebar ke faktor yang lain sehingga sektor yang rusak akan tereformasi sejalan dengan waktu dengan kata lain kemunduran peradaban bisa lebih diperlambat. Tetapi, jika sektor yang lain bereaksi searah dengan mekanisme pemicu, maka kerusakan mendapat momentumnya melalui interelasi reaksi berantai sehingga sulit mendefinisikan dan membedakan penyebabnya. Lingkaran sebab akibat tersebut digambarkan sebagai Circle of Equity.
Dua link paling krusial dalam rantai sebab akibat adalah Development (g) dan Justice (j). Development sangat esensial karena kecenderungan alamiah dalam masyarakat adalah selalu berkembang, tidak diam dan stagnan, perkembangan tersebut dapat berupa kemajuan atau justru kemunduran. Development tidak semata berarti pertumbuhan ekonomi (economic growth). Development meliputi segenap aspek pembangunan manusia sehingga setiap variabel saling memperkaya dan diperkaya satu sama lain (G,S,N dan W), sehingga dapat memberikan kontribusi pada well-being yang sebenarnya atau kebahagiaan masyarakat (N), dan kontribusi tersebut tidak hanya bertujuan untuk mempertahankan peradaban semata, melainkan juga untuk kemajuannya. Development tidak akan pernah mungkin terwujud tanpa Justice (j). Dua faktor tersebut berinterelasi sangat dekat dalam analisis Ibnu Khaldun, sehingga keduanya ditampilkan sejajar dan bersamaan dalam diagram Circle of Equity. Keadilan, sebagaimana pembangunan, oleh Ibnu Khaldun tidak dipahami dalam konteks yang sempit, melainkan dalam konteks yang lebih komprehensif yang meliputi keadilan untuk seluruh umat manusia. Keadilan dalam konteks komprehensif ini tidak mungkin terealisasi tanpa menciptakan masyarakat yang saling peduli melalui persaudaraan (brotherhood), dan kesetaraan sosial (social equality), jaminan keamanan hidup, keamanan properti, penghagaan terhadap sesama, kejujuran dalam pemenuhan kewajiban-kewajiban sosial, ekonomi dan politik, penghargaan atau hukuman yang sesuai dengan perbuatan, dan pencegahan dari kekejaman, dari ketidakadilan pada setiap umat manusia dalam segala bentuknya.
Relasi fungsional analisis Ibnu Khaldun dapat dinyatakan sebagai:
G = f(S,N,W,g dan j)
Persamaan diatas belum dapat menggambarkan model dinamis Ibnu Khaldun secara utuh, tetapi masih bisa merefleksikan karakter multidisiplin dengan memperhitungkan semua variabel mayor yang disampaikan Ibnu Khaldun. Dalam persamaan ini, G ditampilkan sebagai variabel terikat karena salah satu perhatian utama Ibnu Khaldun adalah untuk menerangkan bagaimana kemajuan dan kemunduran dari dinasti-dinasti (negara) atau suatu peradaban. Menurutnya, kekuatan atau kelemahan dinasti bergantung pada kekuatan atau kelemahan otoritas politik yang mewujudkannya. Otoritas politik (G) harus (untuk kepentingan kelangsungan hidup jangka panjang) menjamin well-being bagi masyarakat (N) dengan menyediakan lingkungan yang sesuai untuk aktualisasi pembangunan (g) dan keadilan (j) melalui implementasi Syari'ah (S), dan pembangunan serta distribusi kekayaan (W) yang setara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Saya persilahkan Anda untuk meng-copy file yang ada di sini. Namun saya juga berharap Anda memberi komentar pada tulisan ini. Terimakasih