Jumat, 16 Januari 2009

Jual Beli dalam Islam

Pendahuluan
Jual beli merupakan aktivitas rutin yang sering dilakukan oleh setiap orang hingga saat ini. Menurut sejarah, pada jaman sebelum mengenal tulisan aktivitas jual beli berasal dari aktivitas yang sangat sederhana yaitu dengan cara barter yaitu saling tukar menukar barang berdasarkan kebutuhan yang diperlukan. Namun seiring berjalannya waktu, orang mulai merasa kesulitan saat bertransaksi dengan sistem barter ini.
Salah satu kelemahan sistem barter adalah tidak mampunya cara transaksi ini untuk memenuhi kubutuhan manusia. Hal ini dikarenakan barang yang akan ditukarkan tidak sesuai dengan penawaran orang yang mau menukarkan barangnya. Untuk memperoleh barang yang dibutuhkan seseorang harus mencari dengan perjalanan yang tidak pendek, dan biasanya nilai barang yang ditawarkan dengan yang ditukarkan tidak seimbang. Dari beberapa kelemahan itu, manusia mulia berpikir untuk menciptakan suatu alat bisa mencerminkan nilai sutau barang, sehingga munculah transaksi jual beli yang kebih adil.
Seiring berjalannya waktu, kini jual beli tidak hanya dilakukan dengan cara tradisional, yang penjual dan pembeli harus bertemu secara langsung. Banyak media cetak maupun elektronik yang bisa mempermudah kita melakukan transaksi tanpa harus jauh-jauh ke tempat dimana penjual berada. Namun, semakin majunya teknologi dan pengetahuan manusia, orang-orang mulai melupakan hukum-hukum jual beli yang sah menurut agama. Sebelum munculnya hukum-hukum perdegangan Rasulullah SAW telah mengajarkan kita bagaimana menjadi seorang pedagang yang jujur dan adil. Karena sesungguhnya agama Islam telah memiliki hukum-hukum syariah mengatur segala aktivitas manusia termasuk jual beli. Dan sebagai orang yang beragama seharusnya kita bisa menaati apa yang telah diperintahkan Allah SWT dan menjauhi apa yang dilarang oleh agama dalam hal jual-beli.
Allah SWT telah menjadikan manusia masing-masing berhajat kepada yang lain, supaya mereka saling tolong-menolong, tukar menukar keperluan, dalam segala keperluan, dalam segala urusan kepentingan hidup masing-masing, baik dengan jual beli, sewamenyewa, bercocok tanam, atau perusahaan lain, baik dalam urusan sendiri atau untuk kemaslahatan umum. Akan tetapi semua aktivitas itu tidak berjalan semulus yang kita pikirkan, manusia memiliki beberapa karakter yang bermacam-macam. Manusia memiliki sifat tamak dan loba, sifat yang suka memeintingkan diri sendiri. Supaya hak masing-masing individu tidak sia-sia dan juga supaya kemaslahatan umat terjaga, agar pertukaran berjalan dengan adil maka Islam memberikan peraturan yang sebaik-baiknya, karena dengan teraturnya muamalat, kehidupan manusia menjadi tentram dan tidak akan terjadi pertikaian dan dendam mendendam tidak terjadi.
Untuk lebih mengetahui hukum-hukum agama mengenai jual-beli, maka karya ini akan mencoba untuk 1. Pengertian Jual-Beli 2. Rukun dan Syarat sah jual beli berdasarkan empat mazhab, 3. objek jual-beli, 4. macam jual beli, dan terakhir 5. jual beli Fasid dan Batil.
Analisa karya ini berupa deskriptif yang menggunakan berbagai sumber. Berdasarkan pengkajian beberapa sumber ini diharapkan kita bisa mengetahui jual-beli yang baik bagi umat dan yang diperbolehkan agama Islam.

B. Pengertian Jual-Beli
Secara bahasa jual-beli berasal dari kata al-Ba’i dan al-syira’. Ba’i artinya menjual, dalam hal ini yang dimaksud menjual adalah mempertukarkan sesuatu dengan sesuatu. Sedangkan al-syira’ berarti membeli, namun al-ba’i itu sendiri telah mencakup pengertian al-syira’ (membeli). Sehinga al-ba’i sering diterjemahkan sebagai jual-beli.
Fuqaha Hanafiyah mendefinisikan istilah al-ba’i sebagai berikut :“ menukarkan harta dengan harta melalui tata cara tertentu, atau mempertukarkan sesuatu yang disenanginya dengan sesuatu yang lain melalui tata cara tertentu yang dapat dipahami sebagaial-ba’i, seperti ijab dan ta’athi“. Menurut Imam Nawawi dalam al-Majmu’ definisi al-ba’i :“mempertukarkan harta dengan harta untuk tujuan pemilikan“.
Al-ba’i menurut Ibn Qudamah yaitu mempertukarkan harta dengan harta tujuan pemilikan dan penyerahan milik. Dari beberapa definisi dapat disimpulkan bahwa al-ba’i merupakan sebuah transaksi pertukaran harta antara dua orang atau lebih dengan tujuan pemilikan disertai dengan keikhlasan diantara keduanya.
Islam melihat konsep jual-beli sebagai suatu alat untuk menjadikan manusia semakin dewasa dalam pola pikirnya dan melakukan aktivitasnya, termasuk aktivitas ekonomi. Pasar sebagai tempat aktivitas jual-beli, dapat dijadikan tempat pelatiahan yang tepat bagi manusia sebagai khalifah di muka bumi. Sebanarnya jual eli merupakan tempat untuk memproduksi khafilah–khafilah yang tangguh di muka bumi (Muhammad Imaduddin).
Dalam Al-Quran Surat al Baqoroh ayat 275, Allah menegaskan bahwa:“...Allah menghalalkan jualbeli dan mengharamkan riba. Ada beberapa hal yang menarik dari ayat ini yaitu adanya pelarangan riba yang didahului oleh jualbeli. Jula beli merupakan aktivitas yang sangat produktif sehingga menghilangkan kesan mausia yang suka bermalas-malasan dan jual beli merupakan aktivitas yang dapat mencetak khalifah yang tangguh. Sedangkan orag-orang yang bergantung dengan riba yaitu merupakan orang-orang yang pemalas. Mereka bisa memperoleh uang tanpa harus berusaha dan bersusah payah memperolehnya sebab mereka telah memperoleh peghasilan dari penderitaan orang lain.
Allah SWT telah menjadikan manusia masing-masing berhajat kepada yang lain, supaya mereka saling tolong-menolong, tukar menukar keperluan, dalam segala keperluan, dalam segala urusan kepentingan hidup masing-masing, baik dengan jual beli, sewamenyewa, bercocok tanam, atau perusahaan lain, baik dalam urusan sendiri atau untuk kemaslahatan umum. Nasehat Lukmanu al- Hakim,“Hai anakku! Berusahalah untuk menghilangkan kemiskinan dengan usaha yang halal itu, sesungguhnya orang yang berusaha dengan jalan yang hlala tidak akan mendapatkan kemiskinan, kecualai apabila dia telah dihinggapi tiga macam penyakit: 1. tipis kepercayaan agamanya, 2. lemah akalnya, 3. hilang kesopanannya.
Kita mengetahui bahwa jualbeli adalah bentuk dasar dari kegiatan ekonomi manusia. Pasar dapat timbul manakala adanya penjual yang menawarkan barang maupun jasa untuk dijual kepada pembeli. Dari aktivitas yang sangat sederhana tersebut lahirlah sebuah aktivita ekonomi yang kemudian berkembang menjadi suatu sistem perekonomian.

C. Rukun dan Syarat sah jual beli berdasarkan empat Mazhab
1. Fuqaha Hanafiyah :
Rukun jual beli adalah ijab dan qabul yang menunjuk pada saling menukarkan, atau dalam bentuk lain yang dapat menggantikannya. Sedangkan menurut jumhur fuqaha rukun jual beli ada empat :
a. penjual, b.pihak pembeli, c.shighat jualbeli, 4.obyek jualbeli.
Syarat jual-beli terdapat empat macam syarat yang harus terpenuhi : a. in’aqad, 2. shihhah, 3. nafadz, 4.luzum

2. Syarat jual-beli menurut Mazhab Malikiyah
Fuqaha Malikiyah merumuskan tiga macam syarat jualbeli: berkaitan dengan ‘aqid, sighat dan syarat obyek jual beli.
a. Syarat yang berkaitan dengan ‘aqid: a. mumayyiz, b. cakap hukum, c. berakal sehat, d. pemilik barang.
b. Syarat yang berkaitan dengan shigat: a. dilaksanakan dalam satu majlis, b. Antara ijab dan qabul tudak terputus.
c. Syarat yang berkaitan dengan obyeknya: tidak dilarang oleh syara’, b. suci, c. bermanfaat, d. diketahui oleh ‘aqid, e. dapat diserah terimakan.

3. Syarat jual-beli menurut Mazhab Syafi’iyah
Fuqaha Syafi’iyah merumuskan tiga hal syarat jual beli yaitu ‘aqid, ijab-qabul dan objek jual-beli.

4. Syarat jual-beli menurut Mazhab Hanabilah
Fuqaha Hanabilah merumuskan dua ketegori persyaratan: 1. ‘aqid, 2.shighat, 3. obyek jual-beli.

Menurut beberapa fiqih, secara umum Rukun jual beli:
1. penjual dan pembeli
Syarat keduanya:
a. berakal dan cakap bertindak hukum
b. dengan kehendak sendiri dan suka sama suka.
c. keadannya tidak pemboros karena harta orang yang mubadzir itu di tangan walinya.
d. Baliq.
2. Uang dan barang yang dibeli :
Syarat keduanya:
a. suci, barang yang diperjual belikan tidak boleh mengandung najis. Dari Jabir, Rasulullah SAW berkata :“sesungguhnya Allah dan Rasulnya telah mengharamkan menjaul arak dan bangkai, begitu juga babi berhala“(HR Bukhari Muslim).
b. ada manfaatnya, sebab menjual barang yang tidak ada manfaatnya masuk dalam arti menyia-nyiakan harta yang terlarang. Firman Allah SWT :“sesungguhnya orang-orang yang menyia-nyiakan harta itu seperti syaitan.
c. keadaan barang itu dapat diserah terimakan, tidak boleh menjual barang yang tidak bisa diserahkan, seperti ikan dalam laut, burung terbang,
d. barang milik sendiri atau kepunyaan yang diwakilinya.
e. barang itu dapat diketahui oleh si penjual dan si pembeli, dengan terang zat, bentuk dan kadar, serta sifat-sifatnya, sehingga tidak terjadi pertikaian diantaranya.

3. Ijab dan qabul
Ijab, perkataan penjual dan qabul perkataan pembeli. Lafaz jila beli harus memenuhi beberapa syarat:
a. keadaan ijab dan qabul berhubungan. Tidak putus komunikasi yang lama selama transaksi.
b. merupakan kata-kata yang bermakna mufakat.
c. tidak disangkutkan dengan urusan yang lain. Contoh :“aya akan jual barang ini kalau kamu mau menjual tanah mu kapada ku“.
d. tidak berwaktu, sebab jualbeli yang berwaktu seperti sebulan atau setahun tidak sah.



D. Objek Jual-Beli:
Objek jual beli ada 2, berdasarka Imam Hanafi dan Imam Syafi’i, yaitu mabi’, merupakan barang yang dijual dan tsaman yaitu harga. Mabi’ merupakan barang yang dapat dikenali melului jumlah kriteria tertentu. Tsaman merupakan harga sesuatu yang tidak dapat dikenalai tetapi mencerminkan nilai tertentu.
E. Macam Jual-Beli
1. barter : jual beli barang dengan barang yang lazim.
2. menjual barang dengan barang lain dengan tsaman.
3. Ba’i salam. Barang berupa dain (tanggungan) dan Tsaman bisa berupa ‚ain maupun dain. Namun harus diserahkan sebelum keduanya pisah.

F. Kesimpulan
Hukum jual beli diperbolehkan oleh agama, namun agama telah mengatur jual beli sedemikian rupa supaya tidak ada kecurangan didalamnya. Sehingga jual beli itu bisa melahirkan kemaslahan bagi umat. Maka dari itu setiap umat Islam harus mematuhi hukum Syariah dari jual beli.

G. Referensi
Mas’adi, A. Gufron. 2002, Fiqh Muamalah Kontekstual, Jakarta: PT. Raja Graindo Persada.
Imaduddin, Muhammad. 2007, Jual Beli Dalam Pandangan Islam, dapat dilihat di www.PesantrenVirtual.co.id
Rasjid, Sulaiman. 1954, Fiqh Islam, Jakarta: Attahiriyah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Saya persilahkan Anda untuk meng-copy file yang ada di sini. Namun saya juga berharap Anda memberi komentar pada tulisan ini. Terimakasih