Sabtu, 13 Februari 2010

Belajarlah Dari China

“Tuntutlah ilmu sampai ke negeri China” demikian ucapan Nabo Muhammad SAW. Banyak hal yang bisa membuka mata kita bangsa Indonesia ketika berkunjung ke China. Hal-hal ini penulis temukan ketika (Alhamdulillah) berkesempatan mengunjungi Negeri Tirai Bambu kali ini. Penulis sempat membantu di dua NGO di Kota Tianjin. Dan sempat mengunjungi beberapa kota seperti Beijing dan Chengdu. Beberapa hal ini semoga menjadi renuangan kita semua.
1. Orang China itu workaholic, mereka dapat bekerja 18 jam dalam sehari. Itupun bekerja secara full, tidak setengah2. Jujur, penulis sampai kesulitan untuk menyesuaikan dengan budaya kerja ketika mengajar di NGO di Kota Tianjin. Benar2 luar biasa orang2 China. Bahkan, ada seorang teman (asli orang China) yang kuliah di Nankai University (Universitas terkenal di China) berkata kalau masa2 ujian kebanyakan mahasiswa hanya tidur selama 5 jam perhari, dan 19 jam hanya untuk belajar. Coba bandingkan dengan masyarakat kita, jangan jauh2 bandingkan dengan diri kita sendiri, apakah kita sanggup melalui proses seperti itu? Kebanyakan orang siap akan hasil tapi tidak siap akan prosesnya…..(termasuk penulis sendiri).
2. Jangan heran jika orang2 China kebanyakan memakai kacamata, apalagi kaum mahasiswa/ pelajar. Mereka pernah berkata bahwa hampir semua mahasiswa/ pelajar di China sangat hobi membaca, karena terlalu sering membaca akhirnya mata mereka menjadi agak rusak dan membutuhkan kacamata sebagai alat bantu. Di universitas2 di Indonesia (termasuk universitas saya) sangat jarang sekali mahasiswa yang memakai kacamata. Rata2 yang memakai kacamata adalah mahasiswa2 yang memang hobi membaca (yang kebanyakan memang orang2 keturunan China).
3. Di China acara2 televisi tidak semenarik dan sebagus di Indonesia. Penulis sudah membandingkan di tiga kota besar di China, dan hasilnya sama, keduanya tidak memiliki saluran televisi sebagus di Indonesia. Dan hal ini memang yang diharapkan oleh pemerintah China. Karena dengan “jeleknya” tayangan2 di televisi masyarakat China enggan untuk menonton TV. Selama 1 minggu ini penulis tinggal dengan keluarga China, TV hanya sempat dinyalakan 1 kali. Itupun tidak sampai 1 jam. Coba dibandingkan dengan minat menonton TV pada bangsa kita tercinta…….
4. Populasi penduduk China memang sangat besar, rata2 tiap kota besar memiliki 10-20 juta penduduk. Bandingkan dengan Jakarta atau Surabaya yang mungkin hanya memiliki 5-7 Juta penduduk. Dan jika hal ini tidak dikendalikan maka banyak kekacauan yang akan terjadi. 1 hal yang ingin penulis utarakan adalah tentang kebijakan berkendara. Di China semua sekolah baik TK sampai Perguruan Tinggi tidak diperbolehkan membawa kendaraan bermotor, dan ada 3 pilihan bagi mereka, jalan kaki, memakai kendaraan umum atau naik sepeda angin. Yang diperbolehkan membawa kendaraan bermotor hanya guru dan dosen. Jadi jangan heran disini banyak sekali orang yang memakai sepeda angin tua berkeliaran dijalan raya, karena memang disediakan jalan khusus bagi sepeda angin dan pejalan kaki. Selain itu, pemerintah juga menyediakan subway (kereta cepat bawah tanah), bus umum ke berbagai daerah yang benar2 nyaman, terawat dan murah.
5. Orang China tidak kenal gengsi. Pada saat pertama kali menginjakkan kaki ke Tianjin, selama 4 hari penulis menginap di penginapan yang ada disekitar Nankai University. Pemilik penginapan ini adalah seorang laki2 berumur sekitar 30 tahunan dan sudah berkeluarga. Yang bikin penulis kagum adalah pemilik penginapan ini menempati kamar sempit yang lebih kecil daripada penginapan yang dia sewakan. Dengan perabotan rumah yang seadanya dan ruang kerja yang menjadi satu dengan kamarnya, sungguh miris kalau melihat kondisinya. Padahal dia memiliki ratusan kamar di banyak penginapan di sekitar Nankai University, apalagi penginapan milik nya sangat ramai. Bahkan sulit untuk mencari kamar miliknya yang kosong. Penulis perkirakan, dalam sehari lebih dari 2 juta rupiah berhasil dia kantongi. Mengingat harga perkamar rata-rata 80 Yuan (1 Yuan = Rp 1400). Dan dia bisa hidup “layak” dengan uang sebanyak itu. Contoh lainnya, penulis sering diajak makan2 d restoran2 cukup mentereng dengan orang China. Dan ketika acara makan2 telah selesai, orang2 China tidak sungkan2 untuk membungkus makanan yang masih belum termakan. Dan itu terjadi di hampir semua orang China, tidak peduli dia kelas menengah atau kelas atas. Mereka tidak gengsi dengan hal itu, padahal kalau d Indonesia, saya tahu banyak orang akan gengsi melakukan hal itu. Karena dianggap memalukan.
6. Orang-orang China kekerabatannya sangat kuat. Rata2 mereka memilki teman yang sangat banyak. Selama disini penulis sangat sering diajak makan bersama dengan orang2 China. Dan biaya makan lebih sering ditanggung mereka daripada ditanggung patungan. Dan tidak jarang pula berawal dari acara makan2, akhirnya mereka punya kekerabatan yang erat dan berlanjut ke hubungan bisnis. Inilah salah satu alasan mengapa orang2 China di Indonesia sebagian besar berprofesi sebagai pengusaha dan hampir semuanya kaya.
7. Orang China sangat suka makan sayur, hampir di setiap menu makanan yang disajikan, sayuran selalu ada. Tidak pernah tidak. Bahkan dalam satu menu makanan ada berbagai macam sayur2an berbagai jenis. Ketika ditanya mengapa mereka sangat suka sayur, mereka selalu menjawab sayur baik untuk tubuh dan menjadikan daya tahan tubuh kuat. Maka jangan heran, dikala cuaca seperti sekarang ini yang -5°C ada beberapa orang yang berjalan2 sambil memakai kaos. Sakti memang orang ini, padahal pada saat itu penulis memakai atasan rangkap 4 dan bawahan rangkap 2, dan itupun masih terasa dingin.
Selain kelebihan sebenarnya ada juga beberapa kelemahan dari orang2 China, namun tidak etis kalau kita hanya mencari kelemahan2 itu untuk kemudian kita ungkit2 dan menjadikan justifikasi buat kita dan akhirnya kita tetap seperti ini dan tidak ada perubahan. Ada pepatah mengatakan, “Berubahlah atau mati”.

Hari Baru Dimulai

Kamis, 21 Januari 2010
Sekitar pukul 5.30 aq bangun tidur, udara terasa dingin walaupun ada heater, dan langitpun masih sangat gelap (seperti pukul 04.00 kalau di Indonesia). Akhirnya aq bangun dan mengambil air wudhu dan shalat subuh sedangkan Diera masih tertidur pulas di tempat tidur. Karena udara masih dingin dan cuaca sangat gelap, aq memutuskan untuk tidur lagi. Jam 9.00 aq terbangun, karena ada suara berisik dari Diera yang bangun dan membuka jendela. Sinar matahari pun masuk ke kamar kami. Aq bangun dan membuka laptop untuk menulis kisah perjalananq kembali. Ketika asyik bermain laptop, pukul 9.30 pintu penginapan kami diketuk seseorang. Kami tahu bahwa ada yang akan menjemput kami, tapi kami tidak tahu siapa yang akan menjemput kami, karena Seven tidak bilang apa2 kepada kami. Aq membuka pintu dan ternyata ada seorang wanita yang aq tahu bernama Shanya, dia mahasiswa Nankai University jurusan Finance. Karena aq dan Diera baru saja bangun, kami berdua sangat kaget karena belum ada persiapan sama sekali untuk packing dan perlu diketahui, pakaian kami masih berserakan, tadi malam juga sempet mencuci pakaina, jadi masih ada celana dalam2 kami yang tergantung di atas heater, waduh malunya…
***
Waktu menunjukkan pukul 10.15, kami telah siap untuk berangkat. Namun Shanya menyampaikan berita duka, bahwa untuk mala mini kami belum dapat tinggal d home stay karena pemilik rumah masih ujian akhir. Wah, berita ini sungguh memukul kami. Karena biaya penginapan disini cukup untuk menguras kantong kami. Akhirnya aq berkata pada Shanya kalo kami tidak punya uang banyak, tidak bisakah kami menginap di tempat yang gratis? Lalu Shanya bilang dia tidak tahu apa2 karena keputusan ini juga mendadak. Akhirnya kami tidak punya pilihan lain, kami mengikuti apa yang Shanya mau.
Kami lalu berjalan menuju rumah pemilik penginapan untuk meminta tambahan waktu satu malam lagi. Tapi ternyata pemilik kamar berkata bahwa kamar yang kami tempati sudah dipesan oleh orang lain. Dan pemilik penginapan menyuruh kami memilih 2 kamar. Yang seharga 50 Yuan dengan fasilitas kamar besar tanpa TV dan 60 Yuan, kamar ukuran kecil, TV dan ada sambungan internetnya. Akhirnya kami sepakat memilih yang 60 Yuan karena ada sambungan internet, kami sangat butuh sambungan ini. Karena banyak hal yang ingin kami kirim ke teman2 kami. Dan untuk aq pribadi, aq ingin mengirim email ke orang tua dan riaziaulfah, (maklum anak muda) hehe..
Akhirnya untuk kesekian kalinya kami gotong-gotong “mortar” kami yang super berat.

Welcome To Beijing

20 Januari 2010
Awalnya aq bingung, siapa orang yang pagi2 buta begini membangunkan orang tidur. Karena ketukannya tidak juga berhenti, akhirnya aq membuka pintu kamar. Dan aq kaget setengah mati karena yang ada di depanku adalah laki2 penjemput motel, yang membuat aq kaget bukan karena orangnya, tapi wajahnya mengingatkan aq kalau aq ada penerbangan pagi hari ini. Dan aq lihat jam tanganq, ternyata jadwalq telah terlambat 15 menit. Akhirnya aq membangunkan Diera dan langsung menyuruh dia bersiap2, tanpa shalat Subuh terlebih dahulu (semoga Allah memaafkan aq, karena waktu sangat mepet. Toh aq msh sempat shalat di pesawat). Akhirnya aq dan Diera telah siap, kami menunggu di lobi motel.tapi orang laki2 itu tidak ada, yang ada hanya seorang wanita paruh baya yang telah siap menunggu diantar ke bandara. Orang laki2 yang membangunkan kami tadi ternyata sedang mengantar tamu motel yang lain menuju bandara, 5 menit kemudian laki2 itu datang dengan mobil sedan mitsubishinya. Kami dan wanita itupun diantar hingga ke pintu masuk Chengdu Shangliu Int’l Airport. Jujur, aq sangat terkesan dengan semangat, kejujuran, kebaikan dan kemurah hatian laki2 ini, sempat terpikir untuk member dia tip 10 Yuan, tapi aq pikir2 uangq sedikt jadi yang bisa aq lakukan hanya bersalaman dengan dia dan berkata “xie xie” (terima kasih).
Setelah masuk bandarakami secepatnya chen in, karena kami agak terlambat kami sangat terburu2 untuk melakukan chek in. setelah bertanya pada meja informasi, kami disuruh antri dari pintu 36-47. Yang ternyata semuanya sedang antri panjang. Tidak berapa lama, kamipun chek in dan lega rasanya sudah masuk lounge bandara.
***
Pukul 7.20, petugas Bandara berkata dalam bahasa China yg artinya kurang lebih bahwa pesawat yang akan membawa kami telah siap dan dimohon untuk bersiap2 di gate masuk. Kamipun menuju ke gate 8, pintu masuk pesawat kami.
Pesawat ini milik maskapai Shicuan Airlines (SCAL), aq melihat pesawat ini cukup bagus untuk ukuran maskapai di provinsi miskin. Menggunakan pesawat Airbus A320-300. Cukup nyaman untuk perjalanan jauh. Perjalanan ini akan menempuh perjalanan 2 jam untuk smpai d Beijing. Di dalam pesawat, tidak ada pramugari yang memperagakan petunjuk keselamatan atau apapun yang biasa kita temui d Indonesia, karena petunjuk keselamatan dilakukan dengan menggunakan LCD. Lumayan canggih dan nyaman juga pesawat ini. Waktu terbang ada pramugari yang membagikan Koran, beberapa saat kemudian pramugari membawa selimut dan menawarkan kepada penumpang yang kedinginan, tidak lama kemudian pramugari datang menawarkan minuman, semua lengkap, dari air putih, the, kopi, cola dan sebagainya. Aq hanya memesan air putih, karena takut bayarnya mahal kalau pesan minuman yg aneh2, hehe. Bersamaan dengan itu, ada pramugari yg datang membawa breakfast lengkap dengan makanan pencuci mulutnya. Awalnya ragu, apakah makanan ini gratis atau bayar, karena di Indonesia Cuma maskapai kelas premium yang menikmati hal semacam ini. Tapi akhirnya aq terima juga walaupun sedikit ragu. Tidak lama kemudian ada lagi pramugari yang membagikan kue, lalu datang lagi yang menawari tambahan minuman. Jujur, setelah menerima semua itu, aq meng-estimasi kira2 habis berapa untuk pelayanan yang aq terima ini, aq takut akan menguras Yuan yang aq bawa. Akhirnya aq tahu bahwa semua pelayanan tadi adalah gratis ketika akan turun dari pesawat, karena tidak ada orang yang menagih kami, hehe. Pantas saja, perjalanan 2 jam ini tidak terasa karena pelayanan maskapai yang betul2 bagus. Berbeda dengan maskapai pesawat di Indonesia. Jujur, karena sudah merasakan enaknya dan nyamannya terbang dengan maskapai luar negeri, aq jadi ngeri kalau naik pesawat Indonesia yang notabene dari negaraq sendiri. Sebagian besar, menggunakan pesawat tua, pelayanan tidak bagus bahkan terkesan asal2an. tidak ada makanan, tidak ada kue atau hidangan kecil2 dan lama perjalanan serasa lama walaupun terbang hanya 1 jam 10 menit (Surabaya-Jakarta).
***
WELCOME TO BEIJING….
Akhirnya pesawat sampai di Beijing International Airport, sangat besar dan sangat bagus bentuk bangunannya. Luar biasa arsitektur bandara ini. Setelah melalui proses kedatangan pada umumnya, kami langsung mencari tempat mengambil bagasi. Setelah mendapat bagasi kami mulai menuju pintu keluar. Setelah itu tampak ada meja Tourist Information, aq bertanya kemungkinan perjalanan ke Tianjin. Dia menyarankan untuk naik bis dari bandara yang langsung berhenti di Tianjin dengan harga 70 Yuan per orang. Aq bertanya lagi, bagaimana kalau naik fast train, dia bilang kereta itu ada di pusat kota, dan aq harus menuju ke pusat kota terlebih dahulu. Karena tidak tahu arah dan takut tersesat, akhirnya kami memilih bis kota ini dan membayar sebesar 70 Yuan (sekitar Rp 105.000).
Tepat sesuai jadwal pukul 10.30 bis berangkat. Tidak terlambat 1 menitpun walaupun penumpang belum penuh. Ketepatan waktu sangat diperhatikan disini. Bis masih belum beranjak keluar dari terminal. Bis masih akan menjemput penumpang lagi di bandara 2. Posisi kedatangan pesawat kami adalah bandara 3. Setelah berhenti beberapa saat, bis sudah siap berangkat lagi dan mulai keluar dari wilayah Beijing Int’l Airport. Ternyata bendara ini sangat besar, dibedakan menjadi 3 terminal yang kesemuanya jaraknya cukup jauh. Dari terminal 3 ke terminal 2 jaraknya sekitar 2 Km. Untuk parkir kendaraan berada diluar kawasan bandara. Sekitar 200 meter dari terminal 2. Jadi bisa dibayangkan berapa luas total dari bandara ini.
***
Bis mulai membelah kota Beijing, tapi kami tidak dapat menikmati indahnya kota karena bis melakukan perjalanan lewat tol secara terus-menerus hingga sampai kota Tianjin. Yang dapat kami lihat hanya jalan, kendaraan roda 4 atau lebih dan salju yang ada di mana-mana. Sehingga membuat perjalanan 120 Km ini terasa sangat membosankan,
WELCOME TO TIANJIN….
Pukul 13.15 kami sampai di Terminal Bus. Tepatnya di Nankai District. Dekat dengan Nankai University, salah satu universitas terbaik di China. Dan tidak disangka ternyata kami telah ditunggu oleh Seven dan temannya. Aq tidak mengenalinya, tapi dia yang duluan memanggil kami. Akhirnya aq pun bertanya, kamu Seven? Dia menjawab ya aq Seven. Dan kami pun mengobrol banyak sambil jalan menuju restoran sesuai usul Seven, dan karena perut kami sangat lapar setelah perjalanan jauh ini kami tidak menolak. Setelah masuk restoran, kami melihat menu dan menunjuk nasi goreng seharga 8 Yuan dan air mineral. Mungkin Seven salah tangkap mengira tentang pesanan kami, sehingga kami kaget mendapat mie goreng dan coca cola. Tapi tidak apa2, semua sudah terjadi. Yang penting dihajar saja makanan di depanq. Rasa mienya enak (mungkin ada campuran minyak babinya, aq gak tahu. Semoga Allah memaafkan aq, karena disini semua hal mengandung babi). Sewaktu makan kami membicarakan banyak hal, mulai dari kuliah, cerita hidup, keadaan di Indonesia hingga cita2 pun ditanyakan. Ternyata Seven dan temannya tidak seberapa paham juga tentang bahasa Inggris. Aneh memang padahal dia adalah seorang mahasiswa farmasi. Namun, itulah kenyataannya, orang China bangga dengan bahasanya sendiri dan tidak terlalu ditekankan untuk belajar bahasa dari Negara lain.
Selesai makan kami mencari2 penginapan untuk kami mala mini, karena home stay bisa ditempati esok hari,sang pemilik rumah masih ada ujian akhir. Dan kami pun setuju untuk mencari penginapan untuk 1 malam ini, walaupun sebenarnya hati kami gundah karena uang kami akan terkuras cukup dalam kalau kami menginap di penginapan lagi. Kami berempat, aq, Diera, seven dan Liliana berjalan kira2 200 meter sampai ke dekat penginapan terdekat. Liliana lalu masuk kedalam hotel dan menanyakan harga hotel, sementara kami menunggu diluar. Tidak berapa lama Liliana keluar dan ternyata harga hotel terlalu mahal yaitu 150 Yuan. Akhirnya Seven menelepon pusat informasi China untuk mendapatkan harga hotel paling murah. Oya, di China ada smacam layanan informasi, semua hal dapat ditanyakan. Mulai dari informasi sekolah, hotel, restoran, pesawat dan semua hal2 yg berhubungan dengan publik. Setelah beberapa saat Seven berbicara dengan operator dia menyarankan kami untuk memilih 2 pilihan hotel. Yang pertama adalah hotel dikawasan Nankai University yang 1 kamar dihuni 4 orang dengan harga 25 Yuan per orang, lalu yang satunya berada di kawasan Nankai University juga namun 1 kamar untuk 2 orang dengan harga 80 Yuan per kamar. Akhirnya kami memilih pilihan pertama, 25 Yuan per orang karena pertimbangan uang kami yang sedikit. Kemudian Seven menyarankan kami untuk berjalan lagi 100 meter untuk mencegat bis kota. Jujur, bawaan kami sangat berat, aq membawa 15 Kg dalam koper dan 7 Kg tas ransel, sedangkan Diera lebih parah lagi 20 Kg dalam koper dan 7 Kg dalam ranselnya. Barang2 ini membuat kanmi kesulitan membawanya, apalagi tenaga kami banyak terkuras didalamnya. Akhirnya Seven memilih taxi, karena mungkin kasihan dengan kami. Dia mencegat taxi dan kami memasukkan koper2 kami dalam bagasi. Jujur, taxi ini sangat jelek, berbeda dengan taxi2 lainnya di Tianjin. Taxi di China memang tidak sebagus taxi2 di Indonesia, tapi untuk mobil pribadi di China mayoritas lebih bagus dan lebih mewah. Kita dapat dengan mudah menjumpai mobil merk BUICK, VW, AUDI, CADILLAC dsb. Tapi mobil2 merk local China masih mendominasi. Setelah itu taxi berjalan kira2 15 menit dan ketika turun Seven membayar 10.7 Yuan. Kemudian dia menyuruh kami berjalan sepaanjang 1 Km untuk menuju ke hotel yang kami pilih. Kira2 20 menit kami berjalan dengan membawa bawaan yang sangat berat disertai udara dingin mencekam, kami sampai di lobi hotel. Dan ketika bertanya tentang harga, resepsionis hotel hanya menyediakan standart room untuk orang dari Negara lain dengan harga 160 Yuan. So, kami langsung menuju ke pilihan yang kedua, yaitu 80 Yuan. Akhirnya kami memutuskan berjalan lagi sejauh kira2 800 meter. Kami sampai di tempat penginapan dan Liliana kemudian menemui pemilik penginapan bersama kami sedangkan Seven menunggu barang bawaan kami dibawah. Setelah sampai di ruangan pemilik penginapan, terjadilah percakapan panjang yang tidak kami mengerti. Setelah mereka selesai berbicara, akhirnya sang pemilik menyuruh anaknya untuk membersihkan kamar yang akan kami tempati. Setelah itu sang pemilik memberikan kami kunci kamar, dan kami membayar 80 Yuan sesuai kesepakatan dan menaruh jaminan 10 Yuan. Setelah itu kami berjalan lagi untuk mencari kamar kami sekitar 100 meter. Akhirnya sampailah kami di kamar kami. Lumayan besar, ada dapur (tapi tidak berfungsi), ada kamar mandi dengan pemanas air (tapi kadang2 airnya dingin), ada 2 tempat tidur, ada TV dan tiap ruangan ada heater-nya. Lumayan untuk sebuah kamar. Jam 00.45 kami tertidur, karena sebelumnya kami terlalu asyik bermain laptop.

Menuju Chengdu City

Sewaktu menunggu boarding di terminal bandara gate T18, kami melihat banyak pesawat, berharap kami mendapat pesawat yang bagus karena kalau pesawat kecil kami takut tidak kuat menempuh perjalanan jauh ini. Setelah menunggu beberapa lama, pintu belum juga dibuka, padahal di dalam gate T18 para penumpang yang 95% orang China sudah ramai gak karu-karuan. Hingga membuat aq seperti orang bodoh karena gak paham apa yg diomongkan.
Setelah menunggu beberapa saat, tepat pukul 8:40 pintu gate T18 dibuka, dan kami bersama seluruh penumpang dipersilahkan menuju pesawat. Dan hal pertama yang membuat saya takjub adalah bahwa kami akan menaiki Jumbo Jet buatan Airbus. Luar biasa ternyata, mimpiku selama ini untuk naik Jumbo Jet keturutan juga,hehe. Ketika memasuki pesawat, aq bener2 takjub, di tiap bangku ada layar LCD 10 inchi yang menggunakan touch screen. Aq bener2 heran, bagaimana caranya AirAsia membiayai penerbangan ini padahal aq dan Diera membeli tiketnya hanya dengan harga MYR 408. Sungguh harga yang sangat tidak pantas dibanding dengan fasilitas yang kami dapat.
***
Perjalanan pertama kalinya aq menaiki Jumbo Jet pun dimuali, sang pilot berkata bahwa perjalanan pesawat ini akan memakan waktu selama 3:45 jam. Tepat jam 9.00 kami take off. Rasanya menaiki Jumbo Jet dengan pesawat biasa sungguh sangat berbeda, hampir tidak terasa kalau pesawat sudah terbang. Tidak ada goncangan, tidak ada suara gemuruh yang keras dan tidak ada perasaan jantung yang dikocok2 seperti pada pesawat2 kecil umumnya ketika take off. Semua terasa begitu elegan ketika burung besi jumbo ini membelah angkasa. Waktu melewati awanpun burung besi ini tidak bergetar sedikitpun.
Di dalam pesawat aq duduk bertiga. Dipojok ada Nick, orang China yang tinggal lama di Melbourne-Australia, kemudian aq dan Diera. Nick orangnya sangat baik, kami banyak mengobrol dengan dia selama di perjalanan. Dia orangnya supel dan suka tersenyum. Aq banyak bertanya banyak hal kepada Nick, mulai dari bertanya ttg Railway Station di Chengdu, tentang Bali, tentang China hingga masalah2 gak penting yang keluar dari mulut kami begitu saja. Lumayan, sebagai pemanis bibir karena aq juga gak tahu mw ngobrol apalagi sama Nick, hehe.
Di dalam pesawat aq dan Diera memesan makanan. Karena waktu malam kemarin kami memang belum makan, pagi tadi belum sarapan, dan dari kemarin pagi belum ada nasi secuil-pun yang masuk ke perut kami. Semuanya serba roti, kentang, salad, ayam, mie dsb, padahal aq dan Diera sangat rindu dengan nasi. Mungkin saat ini nasi dianggap bukan termasuk makanan internasional, padahal masih banyak rakyat di dunia ini yang doyan dengan nasi. Cuma orang2 Barat saja yang tidak biasa makan nasi. Orang Asia memang aneh, agar disebut Internasional, semua dari Barat diambil, padahal belum tentu itu baik buat dirinya. Kembali ke cerita, kami berharap ada nasi di pesawat. Karena memang ada menu asian fried rice d daftar menu pesawat. Dan kami sangat berharap itu bukan sekedar promosi iklan.
Setelah pramugari yang semuanya berdarah China mendatangi kursi kami, alangkah naasnya nasib kami, karena sekali lagi nasi tidak ada di dalam pesawat, dan menu yang ada tinggal chicken BBQ, padahal opsi kedua kami setelah asian fried rice adalah noodle meatballs (mungkin semacam bakso kalo di Indonesia, hehe). Aq tidak tahu, chicken BBQ itu apa, tapi Diera sudah pesan dahulu chicken BBQ ini, seakan-akan sudah tahu. Akhirnya daripada terus2an lapar dan malu sama pramugarinya kalau gak jadi dan dianggap gak punya uang, aq ambil saja makanan aneh itu. Ukurannya kotaknya kecil, seukuran kotak makan bayi, di dalamnya berisi campusan kedelai, jagung, irisan wortel dll yang diberi bumbu warna coklat. Ada juga irisan kentang 4 buah dan potongan ayam 2 buah. Aneh juga awalnya memakan makanan ini. Apalagi harganya yang luar biasa, sekitar Rp 98.000 untuk 2 porsi chicken BBQ ditambah air botol kecil (yang kalo di Indonesia harganya Cuma Rp. 1000). Bisnis yang menguntungkan memang jual makanan di pesawwat terbang, hehe.
***
Pesawat telah menempuh 3.30 jam perjalanan, dan pilot mengatakan bahwa pesawat akan segera mendarat d Chengdu International Airport dalam 20 menit lagi dan semua penumpang disuruh kembali dan memasang sabuk pengaman. 10 menit kemudian pesawat mulai turun perlahan-lahan, ketika sudah turun jauh ternyata pesawat naik kembali tanpa sebab yang pasti. Jujur, aq mulai panik, aq merasa telah terjadi sesuatu dengan pesawat ini. Tidak lama kemudian dugaanq terbukti sewaktu pilot berkata bahwa cuaca sangat buruk, jarak pandang hanya 50-100 meter, sehingga sang pilot memutuskan untuk menunggu saat dan kondisi yang tepat untuk melakukan pendaratan.
Aq melihat keluar jendela, pilot memang tidak salah, kare sejauh mataq memandang yang ada hanya kabut tebal berwarna putih menyelimuti. Yang dapat aq lihat hanyalah sayap pesawat. Selain itu tidak ada yang bisa terlihat. Yang bisa aq lakukan hanya berdoa dan memohon keselamatan dari Allah.
Pesawat masih terus berputar2, mungkin ada 30 menitan. Baru kemudian pilot berkata lagi bahwa pesawat akan segera mendarat. Tidak lama setelah itu pesawat ,mulai turun perlahan2. Aq masih melihat di jendela, ingin tahu bagaimana keadaanya. Tapi yang aq lihat hanya kabut tebal menyelimuti. Tidak lama kemudian bandara mulai terlihat samar, padahal jaraknya sangat dekat. Dan alhamduliilah beberapa saat kemudian pesawat mendarat dengan mulus walaupun jarak pandang sangat terganggu.
***
WELCOME TO CHENGDU….
Akhirnya, inilah pertama kalinya aq menjejakkan kaki di negeri China. Negeri yang disebut oleh nebi Muhammad di dalam salah satu hadits-nya, “Tuntutlah ilmu sampai ke negeri China”. Ketika masuk ke bandara, seperti biasa, proses imigrasi dsb. Tpi pemerintah China tidak ribet mengurusi masalah ini, hanya di stempel dan aq sudah boleh masuk ke terminal bandara. Bandara ini sangat besar, dengan arsitektur yang unik. Dan anehnya, banyak orang disini ternyata tidak bisa berbahasa Inggris. Aneh memang, China yg terkenal karena cepatnya pertumbuhan ekonominya ternyata sebagian besar masyarakatnya tidak bisa berbahasa Inggris. Aneh memang, tapi itulah yang terjadi.
***
Ketika sudah keluar dari bandara, kami seperti orang2 desa tolol yang baru datang dari desa yang amat terpencil. Mungkin karena melihat kebodohan kami, ada seorang wanita berumur 30an tahun yang dandanannya sangat necis. Dia bertanya menggunakan bahasa China, tapi aq tdk paham apa yg dia katakan. Akhirnya aq bertanya balik menggunakan bahasa Inggris, tenyata dia tidak bisa juga. Akhirnya kami berbicara menggunakan bahasa tarsan, bahasa yang sangat popular digunakan pada jaman batu dulu. Dimana bahasa ini hanya menggunakan simbol2 barang atau dengan bentuk tubuh. Lucu memang tapi itulah kenyataannya. Kami merasa seperti terdampar di tempat terpencil, yang tidak ada satu orangpun yang paham apa yang kami bicarakan. Dengan sabar kami menjelaskan dengan bahasa tarsan kepada wanita tersebut, akhirnya wanita itu sedikit mengerti apa yang kami bicarakan. Dan dia langsung mengajak kami ke tempat pembelian tiket. Akhirnya dia menanyakan kemana tujuan kami, kami bilang ke Tianjin. Lalu keluarlah harga 1520 Yuan. Aq berkata mahal sekali harganya. Lalu dia mencarikan lagi harga yang lebih murah, lalu ketemu harga 960 Yuan. Masih mahal menurutq untuk penerbangan 2.5 jam. Akhirnya aq bertanya berapa harga ke Beijing ke wanita tadi, wanita tadi langsung bilang ke penjual tiket dan penjual itu mencarinya. Sewaktu penjual tiket mencari, aq berkata kepada wanita tadi kalau minta tolong untuk mencarikan tiket ke Tianjin saja, yang paling murah. Lalu keluarlah harga 530 Yuan. Awalnya kami berpikir itu adalah harga untuk ke Tianjin. Setelah kami setuju dan tiket di cetak, kami kaget karena kode bandara tertulis PEK yang artinya menuju Beijing, padahal seharusnya TSN yg artinya Tianjin. Ketika melihat tiket itu aq sangat bingung. Antara membeli atau tidak. Akhirnya aq dan Diera berunding dan kami setuju untuk membeli tiket tersebut. Tapi masalah baru muncul, karena tiket itu adalah tiket untuk besok (tanggal 21 Januari 2010) dan kami berpikir dimana kami akan tinggal. Terbersit keinginan kami untuk mengulang kedua kalinya tidur di bandara. Seperti ketika kami menghabiskan malam di Kuala Lumpur Internasional Airport pada kemarin malam. Tapi wanita tersebut memaksa kami untuk ikut dengannya menuju motel. Aq bilang ke dia bahwa kami adalah mahasiswa, kami tidak punya uang. Dia tetap memaksa, mungkin karena tidak paham apa yang kami bicarakan. Lalu dia memanggil temannya, seorang laki2 besar, putih dan tidak bisa berbahasa Inggris juga. Mungkin wanita tersebut berkata kepada laki2 itu: “aq tidak sanggup mengatasi kedua bocah ini, tolong atasi mereka”. Akhirnya laki2 besar itu mengajakq ke meja informasi, di meja informasi ada beberapa perempuan yang bisa berbahasa Inggris. Kami pun menceritakan kisah kami dari awal kami keluar bandara hingga dipaksa oleh orang2 ini untuk memakai jasanya. Jujur, dalam keadaan seperti ini kami benar2 takut, hanya pertolongan Allah yang dapat menyelamatkan kami, dan kami mengharap pertolongan dari-Nya. Akhirnya wanita di meja informasi berkata bahwa orang ini adalah seorang makelar motel, dia mau membawa Anda untuk menuju motelnya sambil menunggu penerbangan esok hari. Setelah itu aq bertanya berapa harga motelnya, dia menjawab 150 Yuan/malam. Aq bilang kami adalah mahasiswa, kami tidak punya uang, dan laki2 itu akhirnya member kami harga 80 Yuan/malam. Kami pikir ini harga yang bagus karena kalau di rupiahkan menjadi sekitar Rp 112.000;. akhirnya kami pun menuju mobil laki2 tersebut, kami diantar ke motel miliknya. Motel ini tidak jauh dari bandara, mungkin sekitar 5-10 menit. Ketika mobil berjalan, kami baru tahu bahwa pengendara mobil di sini ngawur2. Belok seenaknya dan melaju dengan kecepatan sangat tinggi pula, biarpun ketika belok.
Motel ini dari luar terlihat sangat kecil, mungkin sekitar 5x8 meter. Tapi ternyata di lantai 2 motel ini menjadi sangat luas dan panjang. Untuk lantai 2 memuat sekitar 10 kamar seukuran 4x6 meter. Dan kami mendapat kamar dipojok. Mungkin ini kamar paling murah. Tapi waktu aq melihat kamar sebelah, tidak tampak perbedaannya. Mungkin karena laki2 tadi kasihan, dia memberi kami harga special buat mahasiswa, hehe.
***
Chengdu adalah ibukota dari propinsi Shicuan. Propinsi ini termasuk propinsi miskin di China. Namun ketika tiba di bandara Chengdu Shangliu International Airport, sangat tidak tampak kalau bandara ini berada di kota yang miskin. Maka tidak heran, disekitar motel banyak sekali kawasan2 yang kumuh. Banyak orang berjualan daging babi disekitar sini, banyak orang bermain mahyong (jenis judi yang popular di China), ada beberapa tempat bermain bilyard yang ramai, dan sebagainya. Yang membikin aq tidak tahan adalah bau daging babi yang diasapi, rasanya mau muntah kalau ada bau seperti ini. Dan bau semacam ini ternyata sudah biasa di sini.
Malam harinya, kami tidak ada rencana keluar motel, karena cuaca diluar sangat dingin. Saat kami sampai di motel pada siang hari cuaca terasa dingin, sekitar 10°C. malam harinya aq merasa cuaca lebih rendah daripada siang hari, jadi kami memutuskan tidak keluar motel. Kami ingin menghangatkan diri di bawah selimut tebal di kamar.
Karena aq merasa bosan dan membutuhkan internet, aq memutuskan mencari internet sebentar dan mengirim email kepada Seven, Seven adalah orang yang bertanggung jawab untuk menjemput kami. Di depan penjaga motel, aq bertanya dengan menggunakan bahasa tarsan untuk bertanya dimana tempat untuk internet terdekat. Penjaga motel menunjuk-nunjuk kearah kanan-kiri-kanan-kiri dengan bahasa tarsan pula, tapi saying aq tetap tidak paham. Akhirnya aq tunjuk2 komputer yang ada di meja di depanq dan dia langsung mempersilahkan aq untuk memakainya. Mungkin dia tidak paham kalau aq membutuhkan internet, dan dia mengira aq membutuhkan computer. Daripada aq terlihat mengecewakan tawarannya, akhirnya aq mencoba memakai komputernya, diluar dugaan ternyata computer disitu sudah tersambung internet. Dan aq baru tahu ternyata di China internet mudah didapat, asal membayar akun ke penyedia layanan internet, hal ini aq ketahui hari berikutnya ketika ada di ruang tunggu Chengdu Shuangliu Int’l Airport. Ketika aq asyik internet di meja penjaga motel, laki2 yang tadi siang menjemput aq di bandara sedang riwa-riwi untuk mengantar tamu yang datang untuk menginap di motelnya. Aq lihat jam menunjukkan pukul 21.30. dan cuaca diluar sangat dingin dan gelap. Jujur, aq kagum dengan orang ini, karena dari tadi siang dia tidak henti2 riwa-riwi menjemput tamu motel dan tidak ada kesan capek di wajahnya. Luar biasa stamina orang China satu ini. Padahal besok pagi2 sekali pukul 5.30 dia harus siap untuk mengantar kami dan beberapa orang lainnya untuk menuju ke bandara, karena boarding pesawat kami pukul 7.00 (keadaan di China sangat berbeda dengan di Indonesia, pukul 7.00 di China langit masih sangat gelap, setara pukul 5.00 pagi di Indonesia).
***
Rabu, 20 Januari 2010
Dalam nyenyaknya tidur dengan diselimuti selimut yang sangat tebal membuat kami lupa akan penerbangan pagi kami. Kami hampir lupa dengan jadwal kami. Hingga pukul 5.40 pintu kamar motel kami diketuk oleh seseorang dengan keras. Aq termasuk orang yang sangat sulit bangun ketika tidur, tapi ketukan keras itu mampu membuat aq terbangun.

Perjalanan Panjang Dimulai

Senin, 18 januari 2010.
Jam 7.30 pagi aq berangkat dari rumah, menuju sebuah Negara baru yang belum pernah aq kunjungi. Pagi ini, perpisahan ku dengan orang tua terasa begitu berat, lebih berat lagi berpisah dengan salah satu orang yang aq sayangi, Ria Zia Ulfah. Di malam sebelum aq berangkat, kami sempat bertemu dan mengungkapkan smua kerinduan kami, dan berharap rasa rindu bisa terobati selama beberapa saat ketika kami berjauhan. Tapi ternyata, peristiwa ini berujung pada jatuhnya airmata kami berdua. Kadang aq merasa lemah, tp aq juga tidak bisa menyembunyikan kesedihanku.
***
Aq dan temanku, diera gala paksi, kami mencoba berpetualang bersama. Menjelajahi negeri yang tidak pernah kami datangi dan ini juga pertama kalinya kami melakukan perjalanan keluar negeri. Sungguh pengalaman yang sangat menegangkan sekaligus mengasyikan. Perjalanan pertama diawali dengan penerbangan ke Kuala Lumpur International Airport. Perjalanan ini memakan waktu 2.30 jam. Tidak ada yang istimewa dalam perjalanan ini, hanya saja tadi aq merasa berbeda ketika melihat keluar jendela tenyata ada yang bergerak2 tidak normal disamping turbo pesawat, seperti mau lepas. Dan aq hanya bisa berdoa agar benda yang aq pikir itu sangat penting dalam perjalanan ini, tidak lepas saat aq masih diatas udara. Andaikan Allah mentakdirkan benda itu lepas, biarlah benda itu lepas ketika kami sudah mendarat, atau jika Allah butuh korban, biarlah benda itu jatuh ketika kami tidak menaikinya, tapi ini adalah hal yang naïf bagiku karena mendoakan yg tidak baik buat orang lain, hehe.
***
Ketika sampai di KLIA, kami sangat bingung harus bagaimana setelah ini. Kami lalu bergerak dimana orang-orang bergerak secara bersama-sama. Setelah memalui proses imigrasi yang tidak terlalu rumit, kami akhirnya turun dan mencari-cari koper2 kami. Hal bodoh kami lakukan, saat itu, kami berputar2 tanpa arah untuk mencari koper2 kami. Sungguh kami adalah dua orang bodoh yang terdampar entah dimana dan tidak tahu apa yang harus dilakukan, hehe. Akhirnya setelah riwa-riwi seperti ayam kehilangan induk, kami akhirnya menemukan koper kami.
Ketika keluar dari terminal kedatangan, sekali lagi kami seperti orang bodoh, bahkan lebih bodoh dari orang bodoh, wkwkwk. Kami berputar2 untuk mencari toko penjual simcard agar bisa menghubungi keluarga dirumah secepatnya. Setelah berputar2, Tanya kesana-kemari dengan bahasa tarsan kami akhirnya menemukan orang penjual simcard. Bangga sudah mendapatkan simcard, kami melakukan apa yg diperintahkan di dalam petunjuk yang tertera. Sambil mengotak-atik simcard baru kami, kami mencari makan di KFC, kami rasa ini makanan paling murah di tempat ini, kami mendapat harga sekitar RM13 per porsi, jadi berdua kami menghabiskan sekitar Rp 78.000 sekali makan. Lumayan mahal untuk ukuran orang Indonesia.
Sewaktu mengotak-atik simcard ini di tempat duduk KFC, sekali lagi kebodohan kami tampak, karena kami tidak paham apa yang dibicarakan oleh kartu ini, hehe. Setelah menyerah dengan hasil yang sia-sia, kami bertanya kepada seseorang, dia org Malaysia, dan ternyata hasil yang kami dapat tidak memuaskan, krn orang itu juga tdk tahu bagaimana cara pakainya. Aneh memang, dunia ini sungguh rumit, hehe. Bahkan orang itu menyarankan kami untuk bertanya kembali ke toko tempat kami membeli. Setelah bertanya dengan bahasa tarsan, dan dijawab dengan bahasa tarsan pula oleh penjualnya, akhirnya kami bisa menggunakannya. Alhamdulillah, hehe.
***
Pukul 17.00 waktu Kuala Lumpur, kami bergerak menuju waiting room di bandara ini. Di tempat ini berisi puluhan orang yang sedang tidur, browsing, ngobrol, duduk2 sambil lihat bule2 yang lewat, maupun mencuri pandang sama cewek2 luar yang cakep2. (tapi aq bukan kategori yang terakhir pastinya, hehe). Di tempat ini, kami memutuskan untuk tidur. Tidur sambil duduk dan berdesak2an dengan yang lain, agar biaya hidup kami untuk transit ini tidak melambung tinggi. Semoga malam ini kami dapat tidur dengan nyenyak tanpa gangguan sedikitpun dan mendapat full energy untuk perjalanan jauh besok hari. Go to China..

***
***
Selasa, 19 Januari 2010
Malam tadi, kami tidur di ruang tunggu bandara. Awalnya sungkan juga tidur di tempat seperti itu karena di Indonesia hal tersebut sungguh luar biasa (diluar kebiasaan). Tapi ternyata waktu aq terbangun sekitar pukul 1.00 wktu Kuala Lumpur, aq tidak sendiri tidur di tempat ini seperti gelandangan, di samping kiriku ada pasangan orang China yang sedang tidur lelap, disamping kiri ku ada 4 orang Spanyol yang tertidur pulas pula. Bahkan salah satu dari mereka tidur langsung beralas lantai. Dan hal itu dilakukan tanpa malu2. Berbeda dengan orang Indonesia yang sok kaya dan malu berbuat hal-hal seperti ini.