Rabu, 04 Mei 2011

GENIUS Les Privat

GENIUS Les Privat menyediakan guru datang kerumah, hubungi : 085648480687
GENIUS Les Privat merupakan lembaga les privat yang telah mempunyai pengalaman memadai dalam bimbingan belajar private disemua jenjang pendidikan sekolah mulai dari TK, SD, SMP, SMA pada semua mata pelajaran.
GENIUS Les Privat menyediakan guru-guru private dari cakupan pelajaran sekolah dalam membimbing siswa menghadapi ujian sekolah seperti :

*
Pekerjaan Rumah (PR)

*
Ulangan harian
*
Ujian Tengah Semester (UTS)
*
Ujian Akhir Semester (UAS)
*
Ujian Akhir Nasional (UAN)

Tentang Guru (Pengajar) Private
Tenaga pengajar yang kami sediakan adalah tenaga pengajar handal dan profesional yang berpengalaman dalam hal mendidik dan membimbing siswa dalam bidang akademis di sekolah. Tenaga pengajar kami sebagian besar telah cukup lama menjadi pengajar Bimbel/private di berbagai lembaga pendidikan di seluruh Surabaya. Di lain pihak, para pengajar kami sebagian besar merupakan mahasiswa UNAIR, ITS, dan Universitas Al Azhar Kairo-Mesir.
Rincian Biaya GENIUS Les Privat.
untuk yang baik, tidak ada yang mahal! segalanya diperhitungkan sesuai manfaat. daftarkan secara sendiri sendiri atau berkelompok sehingga biaya jadi lebih ringan. Berikut rincian biaya GENIUS Les Privat per datang/satu kali pertemuan ( lama belajar 1 sampai dengan 1,5 jam) adalah sebagai berikut:

______

TK _____Rp. 25.000,-

SD _____Rp. 25.000,-

SMP___ Rp. 30.000,-

SMA____Rp. 35.000,-

biaya pendaftaran Rp 20.000,-



Waktu Belajar
Waktu belajar di sesuaikan dengan kesepakatan bersama. Bisa pagi, siang, sore dan malam. Lamanya belajar dalam satu kali pertemuan 1 jam sampai 1,5 jam. Waktu ini sangat sesuai dengan biaya yang akan di keluarkan. Jadi jangan ragu lagi ” Ayo Gabung Di GENIUS Les Privat, Solusi Jitu Menggapai Prestasi “
Materi Bimbingan
Materi yang akan kami sampaikan kepada siswa privat mengacu pada buku paket siswa ditambah soal soal latihan yang akan di berikan oleh guru dari GENIUS Les Privat. Untuk siswa kelas 6 SD, 3 SMP dan 3 SMU akan diberikan latihan soal soal UAN secara intensif sesuai dengan mata pelajaran yang akan diujikan. Sehingga di harapkan siswa akan mendapatkan nilai yang memuaskan. Umumnya materi yang di berikan dalam GENIUS Les Privat adalah;
TK : membaca, menulis dan berhitung
SD : Semua bidang studi
SMP : Bidang studi yang akan di UAN kan plus bidang studi lain
SMA : Bidang studi yang akan di UAN kan plus bidang studi lain
Umum : Tergantung permintaan seperti bahasa asing, komputer, mengaji, bahasa arab, fikih dll

Mengapa harus GENIUS Les Privat ??
Banyak tempat les privat di jumpai Surabaya ini, tapi kami GENIUS Les Privat mempunyai banyak sekali keunggulan antara lain:

*
Guru dari UNAIR, ITS dan Al Azhar Mesir
*
Guru datang kerumah
*
Guru tidak cocok, kami siapkan guru penggantinya
*
Team guru kami tersebar di Surabaya & Sidoarjo

*
Pembayaran dilakukan setelah 1 bulan belajar

*
Evaluasi perkembangan siswa setiap bulan

Info lebih lanjut hub :
(hp) 085648480687

Senin, 14 Maret 2011

Nuansa 3 Pelangi (bagian 5)

Chapter II
Petualangan Pertama di Rimba Kota
Pukul 04.25 wib adzan berkumandang di masjid ini. Adzan ini membangunkan aku dan belasan orang yang tidur disitu. Di sampingku aku lihat Barzu sudah tidak ada ditempatnya. Aku menoleh ke kanan dan kiri untuk mencari dia namun aku tidak menemukannya. Aku takut terjadi sesuatu dengannya. Akhirnya aku bangun dan mencarinya ke toilet, kamar mandi dan tempat wudhu ternyata nihil. Setelah itu aku pun berpikir mungkin dia pergi ke suatu tempat tadi malam dan tidak tega membangunkan aku untuk sekedar berpamitan. Akhirnya akupun menuju ke kamar mandi, membersihkan diriku dan berwudhu. Setelah itu aku melangkahkan kaki menuju ke masjid, dan samar-samar aku melihat sosok tegak yang ada di pojok masjid. Ternyata itu adalah Barzu, sebelum adzan subuh dia telah terbangun dan melakukan shalat malam. Luar biasa memang anak ini, padahal dia baru tidur kurang dari 2 jam. Aku menjadi semakin kagum dengan dia.
Setelah shalat subuh aku menuju ke tempatnya dan berkata “apa yang akan kita lakukan hari ini?” dia menjawab “kita berusaha untuk mencari makan dahulu dengan cara yang halal dan mengenal daerah sekitar kita”. Akupun setuju, lalu saat itu juga kami bergegas dan mencari peluang yang dapat menghasilkan uang buat kami. Karena sejak tadi malam perut kami tidak kemasukan makanan sedikitpun.
Kamipun berpencar untuk mencari peluang usaha yang dapat dilakukan saat itu juga, dan kami setuju untuk berkumpul di masjid pada jam 7.30 pagi. Aku bergerak kearah bis-bis yang sedang terparkir dan Barzu kearah sebaliknya. Aku berkeliling di sekitar tempat parkir bis namun tidak menemukan ide apapun kecuali mengamen di bis. Mungkin menyanyi lagu daerah lebih menarik daripada menyanyi lagu kebangsaan pikirku, hehe.
Tepat pukul 7.30 aku telah sampai di masjid terminal dan aku tidak melihat ada Barzu disekitar masjid. Aku cari-cari sambil menoleh kearah kerumunan orang di ujung jalan, namun aku tidak menemukannya. Akhirnya aku memutuskan untuk mencarinya di tempat kerumunan penumpang turun, karena tadi pagi dia bergerak kearah itu. Belum sempat aku melangkahkan kaki, Barzu telah datang sambil membawa segebok Koran. Dia berkata kalau menjual Koran ini adalah hal yang paling mungkin untuk dilakukan saat ini. Tanpa modal dan mudah menjualnya. Tanpa pikir panjang akupun menerima ajakannya dan mulai menjual Koran-koran yang ada di tanganku. Barzu berkata kepadaku bahwa sebaiknya kita berpencar, dan kembali ke masjid pada saat adzan dhuhur. Akhirnya kamipun berpencar. Aku menjual Koran ke para calon penumpang bis yang baru masuk terminal. Aku berkeliling sambil sedikit berteriak “koran….koran” di setiap tempat dan di setiap sudut yang aku datangi. Namun hingga mendekati dhuhur tiba baru 7 eksemplar yang terjual. Aku pun keluar dari bangunan terminal yang menjajakan di dekat tempat bis menurunkan penumpang. Hasilnya pun tidak lebih baik. Karena badanku terasa panas, perutku perih karena lapar mendera dan letih tak terkira, akupun beristirahat sejenak di pagar pembatas dekat masjid. Dalam hati aku berkata “andaikan sekarang aku di rumah, mungkin nasibku lebih baik dari ini. Mungkin aku hanya akan ke sawah membantu ayah, atau mungkin membantu ibu mencuci di tempat kerjanya atau malah aku ada di rumah membersihkan rumah sambil mendengarkan siaran radio favoritku.” Lagi-lagi pikiran yang melemahkan ku datang, aku harus mengusirnya sebelum pikiran itu merebut mimpi-mimpiku.
Belum selesai aku beristirahat, ada 2 orang yang menuju ke arahku dan berkata kasar kepadaku “hei kamu….ini daerah kita, kamu harus bayar kalau mau jualan disini” akupun kaget dan menjawab “maaf mas, saya disini cuma berjualan, saya hanya sebentar saja disini, hanya untuk mencari uang sekadarnya. Setelah itu saya akan pergi ke tempat lain” salah satu dari mereka berkata “oke kalau begitu, tapi serahkan uang hasil berjualan kamu hari ini, bayar Rp 500; per koran yang terjual” akupun berkata, “maaf mas, ini uang saya sendiri, saya mendapatkannya dengan cara halal, dan saya tidak akan menyerahkannya” lalu tanpa basa basi kedua orang itu menyerangku. Mereka menghantam pipi kiriku dengan kepalan tangannya yang besar. Yang satu lagi menghantam perutku sebelah kanan. Lalu salah satu dari mereka menendang perutku hingga aku terjatuh ke tanah. Koran-koran yang aku bawa berserakan, bahkan sebagian telah rusak karena aku pakai untuk menangkis serangan mereka. Belum puas, merekapun menginjak-injak Koran-koranku hingga rusak semuanya. Ketika mereka akan menginjak lagi perutku, ada bunyi peluit dari petugas keamanan terminal. Mereka melarikan diri saat itu juga. Kedua orang itupun berlari tak tentu arah. Aku yang masih kesakitan hanya bisa duduk dan menahan perih di pipi dan di perutku. Aku melihat perutku terdapat luka lebam kemerah-merahan dan di hidungku juga mengeluarkan sedikit darah. Aku hanya bisa pasrah dengan kondisiku saat itu. Aku hanya duduk terdiam sambil menahan perih ketika petugas keamanan terminal datang menghampiri aku. Salah satu dari mereka berkata “disini dilarang berkelahi.. Ayo ikut ke kantor” dengan perasaan pasrah akupun digiring oleh petugas patroli ke kantor mereka dengan terlebih dahulu mengais sisa-sisa Koran yang masih lumayan bagus. Di kantor tersebut aku ditanya berbagai hal, dari nama, alamat rumah, umur, alasan berkelahi dan sebagainya. Dengan jujur aku menjawab semua pertanyaan mereka tanpa aku tutup-tutupi sedikitpun. Mungkin karena kasihan dengan kondisiku saat itu mereka akhirnya melepaskanku setelah mereka menulis lengkap berbagai hal tentang diriku.
Adzan dhuhur telah usai 30 menit yang lalu, sholat dhuhur berjamaah juga telah usai. Terhuyung-huyung aku berjalan kearah masjid. Di jalan sekitar masjid aku masih melihat sisa-sisa Koran berserakan, semua Koran itu sudah rusak dan tidak mungkin agen Koran mau menerima Koran rusak itu. Akupun pasrah dengan nasibku ini, aku tidak tahu harus mengganti dengan apa nanti. Setelah sampai masjid aku mengambil air wudhu, aku ingin segera sholat dan mengadu semua masalahku kepada yang Diatas. Aku ingin mengadu mengapa aku yang tidak bersalah bisa bernasib seperti ini, mengadu tentang ketidakadilannya dengan semua ini, mengadu tentang mimpi-mimpiku dan cobaan-cobaan yang begitu berat menghalanginya, dan mengadu supaya hari ini ada rezeki yang bisa dimakan. Tak terasa airmataku keluar waktu mengadu kepada-Nya, airmata kekecewaan, airmata kesengsaraan dan airmata kesedihan. Sungguh aku tidak pernah menyangka, hal seperti ini akan terjadi kepadaku.
Selesai mengadu, aku mengusap mataku yang basah dengan airmata. Airmataku cukup banyak kali ini. Sehingga orang di samping kanan-kiriku melihatku dengan wajah heran. Aku sudah tidak peduli dengan mereka, juga tidak peduli dengan keadaanku. Setelah selesai aku menemui Barzu yang dari tadi sudah menungguku di serambi masjid. Aku belum sempat bercerita tentang kejadian yang baru aku alami, namun Barzu memulai pembicaraan lebih dahulu. “Hari ini hampir semua koranku laku, aku tahu yang terjadi dengan kamu tadi siang. Setelah ini mari kita sama-sama menyetorkan hasil kita hari ini. Namun sebelumnya makanlah ini, mungkin ini bisa menahan lapar kita untuk sementara” Barzu mengeluarkan 2 buah roti lapis. Roti itu dia beli di warung kopi di pojokan pintu keluar terminal. Rasanya sungguh nikmat roti ini. Luar biasa nikmatnya. Aku bahkan tidak bisa menceritakan betapa nikmat roti ini, karena memang rotinya yang nikmat atau karena aku benar-benar lapar. Semua menjadi kabur. Aku bersyukur kepada Allah ada teman seperti Barzu yang dia tunjuk untuk menjadi penolongku.
Setelah selesai kami menghabiskan roti itu, kami pun menuju ke kios Koran yang mempercayakan korannya kepada kami. Dia lalu menghitung uang yang harus kami setorkan, dan kami harus menyetor Rp 60.000; sesuai dengan jumlah Koran yang kami ambil hari itu. Aku sempat bingung dengan keadaan ini. Karena uang hasil berjualan Koran yang aku dapat jauh dari jumlah itu. Akhirnya aku mengeluarkan cadangan uang mengamen di bis tadi malam, uang itu juga belum cukup. Akupun berniat untuk meminta maaf kepada pemilik dan berkata bahwa besok akan aku ganti dengan berjualan Koran lagi. Belum sempat aku berbicara Barzu sudah berbicara kepada pemilik kios bahwa setoran kami hari ini lunas dan dia berkata besok akan menjual Koran lagi. Ternyata Barzu membayarkan kekurangan setoranku dengan uang hasil berjualan korannya hari ini. Sungguh dia adalah teman yang sangat luar biasa. Beruntung aku bisa mengenal orang sebaik ini.
***

Nuansa 3 Pelangi (bagian 4)

Tidak terasa bis mulai meninggalkan kota Gresik dan masuk wilayah Kota Surabaya. Waktu telah menunjukkan pukul 23.30 wib, sudah ada beberapa penumpang yang terkantuk-kantuk di bangku mereka, bahkan sudah ada juga yang tertidur dan bersandar dengan orang di sampingnya yang tertidur pula. Suasana terasa agak senyap, namun kondektur dan sopirnya masih terjaga sambil mengobrol berdua untuk mengusir rasa kantuk yang mulai menyerang. Dan aku, masih bertahan disini di pintu belakang sambil bersandar di pipa besi pintu tidak merasakan kantuk sedikitpun karena pikiranku masih terjaga dan melayang membayangkan apa yang akan aku lakukan setelah ini, besok dan seterusnya untuk bertahan hidup. Pikiranku melayang-layang mencari mimpinya yang belum ketemu, melayang-layang mencari jati dirinya yang belum ketemu dan melayang-layang mencari arti hidup yang sebenarnya.
Tepat pukul 23.55 wib bis telah sampai di Terminal Purabaya Surabaya, terminal terakhir bis ini. Semua orang telah bangun dan bersiap-siap akan turun sambil memeriksa barang-barang bawaanya. Aku masih berdiri, tidak ada niat turun dari bis walaupun orang-orang lalu-lalang turun di depanku. Aku terdiam di bis karena aku bingung, pikiranku melayang tidak karuan karena membayangkan akan tidur dimana malam ini. Setelah penumpang bis tinggal beberapa orang, aku melihat di sudut bangku tengah ada seorang anak yang tidak beranjak juga dari tempat duduknya, dia menoleh ke kanan ke kiri tanpa tahu apa yang dipikirkan. Sepertinya dia bernasib sama seperti aku, baru datang ke Surabaya dan tidak tahu apa yang akan dilakukan. Setelah semua penumpang termasuk kondektur dan sopir telah turun, yang ada di dalam bis itu tinggal aku dan anak laki-laki tadi. Dia memandang wajahku dari kejauhan dengan wajah tanda tanya dan akupun memandang wajahnya. Dia tersenyum akupun ikut tersenyum. Akhirnya aku menuju ke bangkunya, aku mengulurkan tangan dan berkata “Hai, aku Syakir. Senang berkenalan denganmu” diapun menjawab dengan suara sedikit serak “Hai juga, aku Barzu. Senang berkenalan denganmu juga”. Dari pembicaraan setelah perkenalan ini akhirnya aku tahu kalau Barzu berasal dari kota Solo, dia adalah anak tunggal sekaligus yatim piatu, ayahnya meninggal 2 tahun yang lalu karena kanker dan ibunya baru meninggal 1 bulan yang lalu karena kecelakaan sewaktu pulang kerja. Akhirnya dia dititipkan ke pamannya yang rumahnya tidak terlalu jauh dari rumahnya. Paman ini adalah Adik dari ayahnya. Pamannya sangat baik kepadanya, dia diumpamakan anaknya sendiri karena pamannya memang belum mendapat anak setelah 3 tahun menikah. Dan pamannya sangat suka kepadanya karena Barzu adalah anak yang rajin, Barzu sering mencuci baju keluarga pamannya, mengepel rumah, membersihkan rumah dan sebagainya. Sebenarnya hal itu tidak masalah bagi dia, karena bagi dia itu hal yang wajar karena dia statusnya menumpang di rumah pamannya, namun yang dia pikirkan adalah masa depan dia. Akan menjadi seperti apa dia kalau seterusnya seperti ini. Akhirnya dia memberanikan diri untuk meminta ijin pergi dari rumah setelah 1 bulan tinggal bersama pamannya, awalnya pamannya tidak setuju karena masa depannya menjadi sangat tidak pasti diluar sana. Namun setelah pembicaraan yang cukup panjang akhirnya pamannya mengijinkan dia meninggalkan rumah. Dan pamannya berpesan kalau nanti seumpama ingin kembali ke rumah maka jangan sungkan-sungkan untuk kembali. Dan Barzu pun mengatakan dalam hati saya berusaha tidak akan kembali sebelum saya berhasil.
Dari pembicaraan dengan dia, aku sadar Barzu adalah anak yang memiliki keistimewaan. Tingginya sekitar 170 cm, berbadan tegap seperti tentara, kalau berbicara seperti seorang komandan sedang memimpin pasukan, sangat berwibawa dan tegas, namun umurnya baru 17 tahun, 1 tahun lebih muda dari aku. Aku berpikir mungkin keadaan dan segala cobaan yang menderanya yang membuat dia jadi seperti ini. Bahkan dia masih bisa tertawa lepas ketika ada sesuatu yang lucu. Benar-benar anak yang luar biasa, seperti orang yang tidak punya beban hidup, padahal dia sudah tidak punya orang tua yang akan selalu merindukannya, tidak punya apa-apa yang dapat dibanggakan dan tidak punya saudara kandung yang dapat membantunya dalam kesulitan. Dia tidak punya apa-apa, tidak punya siapa-siapa, yang dia punya hanya keyakinan di dalam dirinya sendiri. Keyakinan bahwa semua pasti ada jalan bagaimanapun terjalnya tujuan itu. Keyakinan yang kuat yang membakar hatinya untuk selalu tegar dengan segala cobaan yang menerpa. Keyakinan yang selalu membakar semangatnya untuk terus berjuang meraih cita-citanya.
Malam itu kami bercerita banyak hingga lewat jam 02.00 wib, akhirnya kamipun memilih tidur beralas lantai yang dingin di serambi masjid yang ada di Terminal Purabaya bersama dengan belasan orang lainnya yang sudah tertidur. Malam ini aku akan tidur ditemani bintang-bintang. Bintang-bintang seakan bernyanyi kepadaku, bernyanyi tentang indahnya malam ini, bernyanyi kepada bulan yang bersinar terang dan bernyanyi kepada bumi agar menjaga aku dalam tidurku.

Kamis, 10 Februari 2011

Nuansa 3 Pelangi (Bagian 3)

Sebagai seorang pemuda, aku tidak kehabisan akal untuk dapat tumpangan gratis hingga ke Surabaya. Dari rumah aku telah siap dengan alat saktiku yang bisa aku gunakan untuk mencari uang plus dapat tumpangan gratis, yaitu ecek-ecek. Aneh memang namanya, nama ini diambil dari bunyi yang dihasilkan dari alat ini. Untuk membuatnya juga cukup mudah tinggal menyusun beberapa buah tutup botol yang telah di bentuk lempengan, disatukan dan di paku pada batang bambu. Dan ketika di gerakkan akan menghasilkan bunyi ecek-ecek, karena hasil tumbukan antara lempeng yang satu dengan lempeng yang lain. Dengan alat ini aku akan membawakan beberapa lagu untuk para penumpang bis. Aku tidak tahu berapa lagu yang akan aku bawakan, karena aku belum pernah tahu berapa lama bis ini akan membawaku hingga ke Surabaya.
Aku menunggu bis tepat disamping warung kopi yang buka hingga pagi hari. Cahayanya remang-remang karena hanya ada 1 lampu bertengger di atas gubuk. Cukup ramai suasana di warung kopi itu. Ada yang main catur, ada yang menonton acara TV, ada yang berbincang-bincang sambil ngobrol ada yang tidur-tiduran di kursi dan sebagainya. Lama aku perhatikan mereka, terbersit rasa iri kepada mereka. Iri mengapa mereka yang rata-rata hanya menjadi tukang ojek atau tukang becak, makan tidak tentu namun hidup mereka serasa bahagia tanpa beban. Iri dengan canda tawa mereka yang begitu lepas dan tanpa beban. Iri dengan mereka yang seakan-akan tiada beban hidup tiap hari dan iri mengapa mereka begitu bahagia dengan kemiskinan yang mendera mereka. Tanpa sadar airmataku meleleh, karena membayangkan nasib yang akan aku jalani, mengingat ini adalah perjuangan hidupku untuk merubah segalanya. Merubah nasib kedua orang tuaku, merubah nasib anak dan istriku nanti dan tentu saja merubah nasibku sendiri. Airmataku meleleh bukan karena aku takut akan kesengsaraan yang akan aku jalani, atau takut dengan kegagalan yang bisa terjadi padaku, namun yang membuat airmataku meleleh adalah bayangan kebahagiaan kedua orang tuaku nanti ketika aku pulang dan mampu mengangkat derajat mereka. Itu adalah airmata kebahagiaan, airmata harapan dan airmata kesuksesan. Karena aku akan berusaha selalu optimis, di dalam keadaan yang bagaimanapun.
***
Setelah menunggu sekitar 45 menit akhirnya bis yang aku nanti-nantikan datang. Didalam bis terlihat sangat padat oleh penumpang, ada beberapa penumpang yang berdiri ada pula beberapa penumpang yang bersandar di dekat pintu keluar bis. Mungkin ini adalah bis terakhir untuk hari ini, karena waktu telah menunjukkan pukul 22.10 wib, dan aku rasa sudah tidak ada lagi bis untuk malam ini. Bis inilah gerbang mimpiku, gerbang yang akan menunjukkan kepadaku indahnya mimpi dan kerasnya jalan yang akan aku jalani untuk meraih mimpi itu. Bagiku bis ini adalah bis harapan, harapan untuk merubah segalanya, harapan yang akan membawa mimpiku terbang jauh dan menemui kenyataan, dan memang nama bis ini adalah Harapan Jaya. Dan bis ini juga bis perubahan, perubahan dari aku yang hanya anak desa lulusan SMA akan menuju kota besar dan menantang nasib. Tanpa bekal apapun, tanpa petunjuk siapapun aku sendirian menempuh bahaya ini. Andaikan aku gagal, selamanya aku tidak akan pulang, itulah janjiku, janji yang tiap waktu selalu menghantui ku untuk selalu berusaha keras agar tidak ada kata gagal dalam pikiran dan segala tindakanku.
Bis mulai melaju membelah dinginnya malam. Dan akupun bersiap-siap untuk bernyanyi diantara kerumunan orang di dalam bis. Ini adalah pertama kalinya aku bernyanyi untuk tujuan mencari uang, sebelumnya aku memang sering bernyanyi, namun itu bernyanyi menjadi paduan suara dan koor di SMA. Sungguh ini diluar nalarku sendiri, aku sama sekali tidak tahu lagu-lagu yang pop ataupun lagu yang trend saat ini, yang aku tahu hanya lagu-lagu kebangsaan, lagu-lagu daerah dan tembang-tembang jawa yang biasa aku dengarkan di RRI. Aku baru sadar ketika di dalam bis bahwa sungguh sangat lucu ketika ada seorang pengamen membawakan lagu kebangsaan atau lagu-lagu daerah. Aku membayangkan bagaimana respon mereka terhadap laguku, apa mereka akan terenyuh atau bahkan malah tertawa terpingkal-pingkal karena tidak cocoknya situasi dan keadaan antara laguku dengan keadaan bis. Lama aku termenung membayangkan ini sambil memegang ecek-ecek di tangan, dan sudah banyak orang juga yang melihatku dengan terheran-heran, mungkin mereka tidak sabar untuk menanti aku bernyanyi untuk menghilangkan kejenuhan di dalam bis ini. Akhirnya akupun memberanikan diri, walaupun sebenarnya hal ini sangat memalukan bagiku, inilah hal gila pertama yang aku lakukan.
Indonesia..tanah airku….Tanah tumpah darahku….
Disanalah aku berdiri bagi pandu ibuku…dst.

Aku yang bersuara parau bernyanyi lagu Indonesia Raya dengan lantang tanpa malu-malu, langsung secara serempak semua orang di dalam bis melihat ke arahku, tidak terkecuali sopir bis yang tiba-tiba melambatkan laju bis untuk merekam dalam memori otaknya wajah bodohku saat itu. Hingga lagu Indonesia Raya hampir selesai suasana di dalam bis masih senyap, yang terdengar hanya bunyi mesin bis dan kendaraan lalu lalang. Tidak ada bunyi orang berbincang-bincang dan berbisik-bisik, pikirku mereka terenyuh dengan suaraku yang indah. Akupun melihat beberapa orang masih memandangku dengan wajah bodoh terheran-heran. Dan ketika lagu Indonesia Raya selesai tiba-tiba suasana berubah drastis, semua orang di dalam bis tertawa terpingkal-pingkal, tak terkecuali sopir bis dan kondekturnya. Semua orang tertawa hingga ada yang menggedor-gedor bangku dan menggedor-gedor dinding bis karena terbawa tertawaannya yang membuat sakit perut. Sungguh inilah hal gila dalam hidupku yang pernah aku alami, membuat malu diriku sendiri dihadapan semua penumpang bis, tidak hanya penumpang, sopir dan kondektur bis juga. Tapi apa mau dikata, semua sudah terjadi dan mimpiku masih terlalu besar kalau dibandingkan dengan hal gila ini. Jadi aku harus berpikiran optimis, mungkin ini cobaan pertamaku.
Tanpa pikir panjang aku bergegas menuju ke bangku terdepan dan menyodorkan tas yang aku bawa yang sudah aku buka resletingnya agar orang-orang dapat memberi sedikit rejeki mereka buatku. Ada yang memberi permen, ada yang memberi rokok, ada yang memberi uang receh ada juga yang memberi uang kertas seribuan. Mereka memberikan semua itu kepadaku tetap dalam keadaan tertawa tidak berubah. Hanya mungkin ada beberapa orang yang telah berhenti tertawa karena perutnya jadi sakit karena kebanyakan tertawa, wajahnya jadi lucu karena cengar-cengir menahan sakit di perutnya, giliran aku yang tertawa dalam hati melihat kejadian itu. Gantian, itu akibat kalau menertawai orang yang sudah susah, hahaha.
Setelah selesai meminta belas kasihan penumpang dari bangku ke bangku aku menghitung uang yang aku dapat di dekat pintu belakang sambil bersandar di pipa besi pengaman pintu. Tidak kusangka, walaupun banyak yang tertawa dengan lagu yang aku bawakan, ternyata banyak juga hasilku untuk menyanyi pertama kalinya ini. Total ada Rp 12.650, 3 batang rokok, 1 tissu, dan 9 permen. Alhamdulillah, aku bersyukur dengan hasil pertamaku ini, toh sebenarnya niat pertamaku melakukan ini adalah untuk mendapatkan tumpangan gratis hingga ke Surabaya.

Nuansa 3 Pelangi (Bagian 2)

2 tahun yang lalu setelah aku lulus dari SMA dengan nilai yang sangat memuaskan, aku berencana melanjutkan kuliah di Kota Surabaya dengan biayaku sendiri. Berbekal informasi dari seorang teman tentang Universitas-universitas favorit di Surabaya aku memberanikan diri untuk pergi ke Surabaya tanpa uang saku sedikitpun. Kepada ayah dan ibuku aku berbohong bahwa aku telah diterima di sebuah universitas negeri lewat program beasiswa dan mendapat jaminan uang saku tiap bulan. Dengan berkata seperti ini akhirnya dengan berat hati mereka rela melepas aku dan tak lupa mereka mencium keningku, dan mendoakan agar Allah selalu memberi petunjuk kepadaku. Ayah dan ibuku tidak memberi uang saku sedikitpun karena memang mereka sedang tidak ada uang, ayah belum ada garapan selama 2 minggu ini dan ibu belum gajian, jadi aku berbohong lagi kalau aku sudah siap dengan uang saku yang cukup dari hasil tabunganku, padahal aku tidak punya uang sedikitpun. Uang hasil tabungan telah habis untuk membayar biaya ujian akhir dan sebagainya. Aku sadar aku telah berbohong kepada mereka, namun aku yakin masa depanku bukan disini, bukan untuk menjadi buruh tani dan bukan juga menjadi buruh cuci, tapi masa depan ada di tempat nun jauh disana dan aku harus berani meraihnya.
Malam itu juga setelah selesai shalat Isya, aku telah siap berangkat ke Surabaya, berbekal tas sekolah waktu SMA yang berisi 2 buah kaos, 1 sarung dan sajadah, aku siap menjemput mimpiku. Dingin dan gelapnya malam tidak sedikitpun menyurutkan niatku. Untuk keluar ke jalan besar aku harus berjalan kaki menempuh jarak 10 KM dan tidak ada penerangan sedikitpun, hanya sinar bulan yang saat itu sedang purnama yang selalu menerangi jalanku. Sejujurnya ada rasa sedikit was-was dan takut melakukan perjalanan malam ini, banyak kabar kalau di jalan yang aku lalui ini sering terjadi perampokan dan pernah juga terjadi pembunuhan di jalan ini. Itu terjadi 3 tahun yang lalu dan beritanya di ekspos hingga ke Koran nasional karena korbannya adalah anggota DPR. Mungkin pembunuhan ini bermotif politik, tapi hingga saat ini kasus itu belum juga terungkap.
Hampir 2 jam telah aku lalui dan lampu-lampu jalan raya telah terlihat, senang rasanya karena horror jalan ini akan segera usai. Beberapa menit kemudian aku telah sampai di tepi jalan raya. Aku menunggu bis antar kota jurusan Semarang-Surabaya menurut informasi dari seorang teman. Sebelumnya aku tidak pernah melakukan perjalanan sejauh ini, paling jauh hanya ke kota Babat yang hanya berjarak 25 KM dari Lamongan. Ini adalah perjalanan jauhku yang pertama, ditambah dengan tanpa membawa uang sama sekali. Sungguh ini merupakan awal yang cukup berat bagiku, ada keinginan untuk kembali lagi dan berkata jujur kepada orang tua tentang semua kebohongan ini, namun dorongan untuk meraih mimpi lebih kuat dan memakan keinginan ku untuk kembali ke rumah.

Sabtu, 05 Februari 2011

Nuansa 3 Pelangi (Bagian 1)

Chapter I
Berlari Mengejar Impian
Bzzz……Bzzzz……Bzzz……
Suara bising mesin pembersih lantai membangunkan aku yang tertidur lelap pagi ini. Aku melihat arloji di tangan kananku dan telah menunjukkan pukul 4.30 pagi. Masih sangat pagi pikirku untuk bangun. Namun apa mau dikata aku harus bangun sekarang, atau banyak orang yang akan melihatku dengan perasaan aneh karena tadi malam aku tidur di kursi ruang tunggu Kuala Lumpur International Airport. Hari kemarin aku sempat kebingungan, setelah turun dari pesawat hal pertama yang aku pikirkan adalah tempat untuk tidur malam ini, karena aku bertekad tidak menginap di penginapan, toh hanya 1 malam saja. Dari Indonesia aku hanya membawa uang saku 400 uero dan 200 ringgit, sedangkan perjalananku masih jauh dan uang itu harus cukup untuk bertahan hidup selama 5 tahun di China, Negara dimana aku akan mengadu nasib disana. Uang saku itu adalah uang hasil jerih payah ku selama 1 tahun berjualan nasi uduk di perempatan jalan Ahmad Yani Surabaya tiap pagi. Untuk melayani para pembeli yang rata-rata pekerja kantoran yang tidak sempat sarapan di rumah.
Tadi malam ini aku tertidur cukup lelap, kerasnya kursi waiting room tidak menyusutkan pandangan mataku untuk tetap terpejam. Perjalanan jauh dari Surabaya ke Kuala Lumpur ternyata cukup melelahkan karena pesawat sempat delay hingga 8 jam sedangkan ini adalah pertama kalinya aku naik pesawat, sehingga sangatlah terasa lelahnya perjalanan yang hanya memakan waktu 2.5 jam ini.
Di Malaysia ini aku berencana mengunjungi kawan lama, kami dulu adalah sepasang teman dekat sewaktu duduk di bangku SMA. Sekarang dia sedang menempuh kuliah S2 nya di salah satu universitas ternama di Kuala Lumpur. Dulu kami adalah 2 orang murid terpandai di kelas, kalau semester ini dia rangking 1 semester depan giliran aku yang meraih rangking 1. Begitu seterusnya, kami saling berlomba untuk menjadi yang terbaik. Dan disaat ada olimpiade MIPA tingkat kabupaten kami berada dalam 1 tim dan berhasil merebut juara 2. Setelah itu kami lolos di tingkat Propinsi tapi sayang kami belum mendapatkan posisi 5 besar. Namun, hal itu merupakan prestasi yang membanggakan kami saat itu. Dimana kami hanya 2 orang anak desa, yang minim dengan segala fasilitas ternyata mampu masuk dalam final olimpiade MIPA tingkat propinsi. Namun itu hanya cerita indah masa lalu, sekarang aku harus bisa menghadapi kenyataan. Selepas SMA Dimas ikut dengan orang tuanya yang menjadi TKI di negeri jiran sedangkan aku terpaksa harus mengubur semua impian ku untuk menuntut ilmu yang lebih tinggi lagi. Ayahku hanya buruh tani pedesaan di Lamongan sedangkan ibuku hanya seorang buruh cuci di sebuah rumah milik seorang saudagar. Hal inilah yang membuat aku tidak tega untuk meminta uang kepada mereka untuk membiayai kuliah ku di Surabaya.

Belajar membuat novel

Kali ini saya akan belajar membuat sebuah novel. Novel ini terinspirasi dari pengalaman pribadi saya. Semoga tulisan ini dapat menghibur para pembaca sekalian. Mohon saran dan kritik...

Terima kasih

Jual Jamur wilayah Surabaya-Sidoarjo-Gresik (siap antar)

Penawaran Jamur Tiram Segar ( hasil budidaya Pacet-Mojokerto)
"PLANET JAMUR"


No. Order(minimum of quantity) Harga per-Kg keterangan
1 20kg Rp10.000 pengiriman ke Surabaya
2 10kg Rp11.000 pengiriman ke Surabaya
3 5kg Rp13.000 pengiriman ke Surabaya
4 kurang dari 5kg Rp14.000 pengiriman ke Surabaya

Harga sudah termasuk ongkos kirim. Untuk pemesanan Kontinyu harga bisa nego. Info lebih lengkap hubungi Faisol: 0857 5565 8349